Nenek moyangku seorang pelaut
gemar mengarung luas samudra
Pernahkah anda mendengarkan lagu "Nenek
Moyangku Seorang Pelaut" karangan Ibu Sud nampaknya bukan sekadar isapan
jempol belaka. pada abad ke-8, para pelaut dari Kerajaan Mataram Kuno telah
menjadi petualang yang ulung dan tangguh. Hal itu bisa dibuktikan dari adanya
10 relief kapal yang terpahat di dinding Candi Borobudur.
Tak hanya itu, jauh sebelum bangsa Eropa berlayar mengarungi samudra dan
menemukan benua Amerika, para pelaut-pelaut Jawa telah berlayar hingga benua Afrika.
Bahkan saat pelaut Portugis tiba di Afrika pada pertengahan abad ke-16, orang
Jawa telah lebih dulu berlayar sampai Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Pada tahun 1982, seorang mantan Angkatan Laut
Inggris bernama Phillipe Beale berkunjung ke Candi Borobudur dan terpesona
dengan salah satu relief kapal yang terpahat di dinding candi. Keindahan relief
kapal tersebut membuatnya tertarik untuk menciptakan kapal serupa guna
melakukan ekspedisi dengan jalur yang ditempuh oleh para pelaut jaman dulu.
Rekonstruksi kapal pun dilakukan oleh As'ad Abdullah
yang bertempat tinggal di Pulau Pagerungan Kecil, Kabupaten Sumenep, Madura,
Jawa Timur yang menjadi pembuat perahu kapal samudraraksa. Dengan menerapkan teknologi
tradisional, kapal berukuran panjang 18,29 meter, lebar 4,50 meter, dan tinggi
2,25 meter ini berhasil tercipta. Tidak hanya sederhana dalam teknologi
pembuatan, materi yang digunakan untuk membuat kapal pun semuanya berasal dari
bahan sederhana. Badan kapal terbuat dari kayu ulin, cadik dari bambu, layar
dari karung beras, dan tali kapal dari serat nanas serta ijuk. Kapal ini
kemudian diberi nama Kapal Samudraraksa yang berarti pelindung lautan.
Ekspedisi menapaki kembali perjalanan penjelajahan
bahari abad ke-8 melalui jalur kayu manis atau The Cinnamon Route pun
dimulai. Kapal tanpa mesin yang dilengkapi dengan 2 layar tanjak, 2 kemudi, dan
cadik ganda ini mengarungi samudra dengan rute Jakarta - Madagaskar - Cape town
- Ghana. Setelah berbulan-bulan berlayar di lautan lepas dan hampir tenggelam
saat berada di perairan Somalia, Kapal Samudraraksa berhasil merapat di
Pelabuhan Tema, Accra, Ghana pada 23 Februari 2004. Kemudian kapal tersebut
dibawa kembali ke Indonesia dan ditempatkan di Museum Kapal Samudraraksa,
Borobubur.
Seperti relief kapal yang terukir dengan indah di
dinding Candi Borobudur, Kapal Samudraraksa berdiri dengan indah dan kokoh di
ruang utama museum. Benda-benda yang digunakan pada saat pelayaran seperti
peralatan memasak, buku, kaset, CD dan peralatan lain juga turut dipamerkan.
Tak hanya itu, dokumentasi sejak proses pembuatan kapal, pelayaran, hingga
pengiriman kapal kembali ke Indonesia dan pemasangannya di Museum Samudraraksa
juga menghiasi dinding museum.
Jam buka:
Senin - Minggu, pk 06.00 - 17.00 WIB
Senin - Minggu, pk 06.00 - 17.00 WIB
Tiket naik kapal:
Rp. 100.000 / orang
Rp. 100.000 / orang